Cerita Sejarah Detik-detik Jelang Lengsernya Presiden Suharto

Cerita sejarah – Hari Selasa, tanggal 19 Mei 1998, suasana Jakarta mencekam. Itu momen menegangkan dalam 36 jam sebelum Presiden Suharto turun jabatan, menyerahkan tongkat estafet komando kepada wakilnya, B.J Habibie.

Presiden Suharto memanggil sembilan orang untuk diminta pendapat atas kondisi mencekam tersebut. Sembilan orang ini kemudian disebut Komite Reformasi – terdiri dari Nurcholis Madjid (cendekiawan Muslim), Emha Ainun Nadjib (Cak Nun), Ali Yafie (Ketua MUI saat itu), Malik Fadjar dan Sumarsono (tokoh Muhammadiyah), Kiai Haji Cholil Baidowi (Muslimin Indonesia), serta Achmad Bagdja dan Ma’aruf Amin (tokoh NU).

Cerita Sejarah Detik-detik Jelang Lengsernya Presiden Suharto

Dalam lansiran CNN (21/5), cerita sejarah tanggal 19 Mei 1998 ini dituturkan kembali oleh Cak Nun tentang apa yang terjadi waktu dirinya dan delapan rekan dipanggil Presiden Suharto untuk menghadap ke Cendana. Dia, katanya, dimintai pendapat mengenai hal ini dari kacamata seorang budayawan cara menurunkan Presiden Suharto dengan cara teraman.

Kondisi saat itu cukup genting, kerusuhan besar bisa saja meledak dan makin tak terkendali. Dalam penuturannya Cak Nun menjelaskan, “Pihak militer waktu itu menunggu aba-aba dari pertemuan di Cendana, karena mereka tidak tahu diskusi apa yang terjadi di sana.” Wiranto yang kala itu menjabat Panglima ABRI sudah siap dengan aba-aba Suharto.

Dari situ muncul ketakutan terjadinya miss-komunikasi. Hasil diskusi Komiter Reformasi dan Presiden Suharto tak sampai sesuai hasilnya, bahkan terdistorsi. Dengan demikian pihak militer Indonesia yang akan pegang kendali.

Masalahnya, sampai hari ketika Presiden Suharto mengundurkan diri, tidak seorang pun tahu bahkan pihak militer sekalipun bahwa Suharto rela mundur dari jabatannya, dan bukannya dilengserkan. Cak Nun kembali mengimbuhi, “Pak Harto, waktu sudah buat surat mandat dan kewenangan penuh untuk melakukan apa saja kepada militer. Wiranto tidak melaksanakan itu. Tim-tim militer dibentuk untuk menculik ini menculik itu.”

Di pertemuan ini pula, Cak Nun menerima informasi bahwa militer telah menyebar enam belas bom di jalan-jalan sekeliling istana serta pom bensin. Bom akan diledakkan begitu Suharto dilengserkan bukan mundur atas keinginan sendiri. Dengan begitu, akses ke istana akan tertutup dan militer akan mengambil alih kekuasaan.

Beruntung, hal itu tidak terjadi. Para petinggi militer Indonesia sendiri heran bagaimana bisa pertemuan di Cendana bisa berlangsung sangat cair.

Andai kata Presiden Suharto pingsan atau bagaimana, bom dipastikan langsung meledak. Cak Nun menghaturkan bom yang dipasang memiliki daya ledak tinggi. Detonatornya bahkan dipegang oleh salah satu disertir TNI yang bergerak dari dalam tank. Orang ini salah satu perakit bom terbaik di ABRI dan masih ada sampai sekarang, tapi Cak Nun menolak menyebutkannya. Sedangkan orang yang mengkomandoi peledakan, menurut Cak Nun, berada di bawah wewenang jenderal berbintang dua kelompok TNI tertentu.

Di saat Presiden Suharto sudah legawa untuk turun dari jabatannya, salah satu tudingan dari tokoh reformasi, Amien Rais, yang menuding pertemuan Presiden Suharto dan Komite Reformasi merupakan rencana melanggengkan kekuasaannya, membuat Suharto marah. “Pak Harto marah sekali waktu ada pernyataan seperti itu dari Amien Rais, sangat disayangkan. Di situlah, dia tak peduli lagi. Bahkan gelombang demonstrasi mahasiswa yang terjadi di mana-mana tidak membuat ciut nyali Suharto,” jelas Cak Nun.

Cak Nun menambahkan, “Suharto tidak pernah takut. Dia pernah bila demonstrasi tidak sedikit pun menggetarkan bulu-bulunya. Para mahasiswa itu tidak tahu apa-apa. Ada orang yang mengerahkan.

Pertanyaannya apa yang membuat Presiden Suharto bergetar? Cak Nun mengatakan Suharto bergetar saat tahu rakyatnya mulai bertindak anarkis, menjarah, dan membunuh. Suharto merasa pemandangan yang disiarkan televisi membuatnya merasa gagal sebagai pemimpin.

“Bukan mahasiswa yang membuatku bergetar, tapi rakyatku yang mulai menjarah, karena rakyat itu murni. Itu membuatku benar-benar takut dan menggigil, aku gagal jadi pemimpin," tutur Suharto, sebagaimana dikutip kembali Cak Nun.

Referensi sumber cerita sejarah: CNN Indonesia.

Perintah Pertama Pemerintah Militer Jepang Saat Masuk ke Indonesia

Buku-buku sejarah Indonesia menyebutkan bahwa Jepang masuk ke Indonesia selama lebih kurang 3,5 tahun. Pada periode tersebut dikisahkan militer Jepang menguras habis segala potensi yang ada di Indonesia demi pemenuhan kebutuhan Perang Pasifik (Perang Dunia II) melawan pasukan Sekutu. Dalam kondisi seperti, walhasil, rakyat pribumi mengalami penderitaan yang berat. Bahkan, penderitaan itu disebut-sebut bisa menyamai penderitaan panjang saat Pemerintah Hindia Belanda (zaman kolonial).

Namun, tahukah anda, bahwa sebenarnya bunyi resmi pertama yang keluar dari Pemerintah Militer Jepang sangatlah jauh dari kesan penderitaan yang menyeraman tersebut.

Perintah Pertama Pemerintah Militer Jepang Saat Masuk ke Indonesia

Perintah pertama dari Pemerintahan Militer Jepang menyatakan bahwa penyelenggaraan pemerintah militer di Nusantara hanya bakal berlangsung selama beberapa waktu demi menjaga ketertiban. Perintah resmi pertama tersebut tertuang dalam Undang-undang No. 1, Pasal 1, Tahun 1942, yang berbunyi: “Balatentara Nippon melangsoengkan pemerintahan militer sementara waktoe di daerah-daerah jang telah ditempati, agar soepaja mendatangkan keamanan jang sentosa dan segera” [Kan Po 2602/1942].

Setelah beberapa waktu, pemerintah militer Jepang akan digantikan dengan pemerintah sipil. Perintah resmi perdana tersebut diseriusi oleh Kemerinterian Perang Jepang di Tokyo yang mengirim rombongan kedua yang terdiri atas para ahli di bidang pejabat pemerintah dan orang-orang berpendidikan dalam bidang ekonomi dan hukum. Para ahli inilah yang rencananya akan menggantikan pemerintah militer dalam tugasnya mengatasi berbagai urusan kemasyarakatan. Sayangnya, rombongan para ahli tersebut tidak pernah menginjakkan kaki di Indonesia. Pasukan Sekutu berhasil mengkaramkan kapal yang mereka tumpangi dengan torpedo.

Sumber:
Mencatat Jepang

Dua Guru Profesional Indonesia, Dewi Meriani dan Budi Dwitama, Dikirim ke Australia untuk Ikut Pelatihan Pendidikan

Berita pendidikan hari ini kabarkan tentang Dewi Meriani (SMAN 33) dan Budie Dwitama (SMAN 16) - dua guru profesional asal Jakarta - yang akan diberangkatkan ke Australia untuk mengikuti pelatihan pendidikan. Keduanya akan mengikuti pelatihan bersama guru berprestasi lain dari seluruh dunia di kantor Promethean di Melbourne, Australia.

Dua Guru Profesional Indonesia, Dewi Meriani dan Budi Dwitama, Dikirim ke Australia untuk Ikut Pelatihan Pendidikan
Gambar guru sedang mengajar (ilustrasi) | ROL

Mengutip dari Republika Online, keberangkatan mereka ke Australia diperoleh setelah karya mereka yang berjudul "System Respirasi" dan "Hardware & Softaware" meraih penghargaan yang digelar Jumat kemarin (14/2/14) di Hotel Sultan, Jakarta. Acara tersebut turut dihadiri oleh Walikota Jakarta Pusat dan Ketua Kejaksaan Tinggi Jakarta, tokoh masyarakat Rizal Ramli, para pengusaha seperti Harry Lo, Direktur Utama Offistarindo Adhiprima dan Rina Aditya Sartika SE, Direktur Utama PT Astri Cahaya Gemilang. Sementara dari pihak Promethean UK diwakili oleh Magnus Bengtsson dan Alex Chua.

Pengiriman guru berprestasi dari Indonesia ke luar negeri untuk mengikuti serangkaian pelatihan pendidikan berbasis teknologi bukan hanya kali ini saja. Pada 2012-2013, Indonesia juga pernah mengirimkan guru-guru terbaik ke Singapura.

[Sejarah Dunia] Serangan Jepang ke Pearl Harbor

Pada 7 Desember 1941, ratusan pesawat Jepang take off dari enam kapal induk, bergerak meninggalkan Teluk Hitokappu di Kepulaun Kuril sejak 26 November 1941. Pesawat-pesawat Jepang ini menyerang pangkalan militer Amerika Serikat di Pearl Harbor tanpa pemberitahuan terlebih dulu. Serangan pesawat Jepang ke Pearl Harbor dimulai pukul 07.55 pagi dan berlangsung selama 35 menit. Serangan ini disusul oleh serangan lanjutan satu jam kemudian selama satu jam.

Menurut The History Channel, Jepang mengerahkan 360 pesawat tempur dan pengebom dari kapal-kapal induknya untuk membombardir pangkalan armada laut AS di Pearl Harbor. Kapal-kapal perang AS, yang tengah berlabuh dan dalam keadaan tidak siap, menjadi sasaran empuk. Begitu pula puluhan pesawat Angkatan Udara AS yang masih di parkir saat serangan berlangsung.

[Sejarah Dunia] Serangan Jepang ke Pearl Harbor

Sebenarnya, setelah putaran negosiasi diplomatik dengan Jepang menemui jalan buntu, pimpinan AS saat itu sudah memperkirakan bakal mendapat serangan militer sewaktu-waktu. Namun, mereka tidak langsung menyiagakan Pearl Harbor, yang merupakan benteng pertahanan barat AS di Lautan Pasifik.

Mengapa Jepang menyerang Pearl Harbor? Bagi Jepang, serangan dadakan itu merupakan langkah preventif untuk mencegah militer AS ikut campur atas ekspansi mereka di Asia Pasifik. Saat itu, Jepang sudah berencana menguasai wilayah-wilayah jajahan Inggris, Belanda, dan AS di Asia Tenggara untuk mengamankan pasokan sumber daya alam, seperti minyak mentah, karet, dan lain-lain.

Apalagi pada Juli 1941 AS menghentikan ekspor minyak ke Jepang. Embargo ini menyusul ekspansi militer Jepang ke wilayah jajahan Prancis di Indochina - kawasan yang kini menjadi Vietnam, Kamboja, dan Laos.

Menurut stasiun televisi BBC, serangan di Pearl Harbor menyebabkan lebih dari 2.400 tentara Amerika tewas, di mana 1000 di antaranya tenggelam bersama kapal perang USS Arizona yang hancur dibom. Serangan tersebut juga menghancurkan lima kapal perang besar yang lain, 112 kapal kecil, dan 164 pesawat udara.

Namun Jepang tidak berhasil menghancurkan semua kekuatan militer AS di Pearl Harbor. Tiga kapal induk Amerika pada saat pengeboman berlabuh di tempat lain.

Sehari setelah serangan ke Pearl Harbor, Presiden Franklin Roosevelt mengumumkan perang AS terhadap Jepang. Namun hancurnya armada AS di Pearl Harbor membuat invasi Jepang ke Asia Tenggara tidak terbendung lagi.

Hanya dalam waktu kurang dari satu tahun, hampir seluruh wilayah Asia Pasifik jatuh ke tangan Jepang. Serangan Jepang ke Pearl Harbor menjadi pemicu keterlibatan militer AS dalam Perang Dunia Kedua, baik di Eropa maupun di Pasifik.

Sumber

[Foto] Lee Kuan Yew Nyekar ke Makam Dua Pahlawan Indonesia (Usman-Harun) di Kalibata

Beberapa hari ini, dunia militer Indonesia dihebohkan dengan ketidaksetujuan Singapura atas penamaan kapal perang Indonesia dengan nama Usman-Harun. Sebabnya, dua orang personel KKO pernah membom Orchard Road, surga jalan-jalannya Singapura.

Namun, Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko, dalam pernyataannya, menegaskan jika takkan mengubah nama KRI Usman Harun sebagaimana protes yang dilayangkan Singapura terkait nama kapal ini. Karena, penamaannya sudah sesuai prosedur  (selengkapnya bisa dibaca di "Panglima TNI: Penamaan Pahlawan Nasional - Usman dan Harun - untuk Kapal Perang TNI Takkan Diubah!").

Lagipula, kasus yang ditakutkan oleh Singapura sudah lama selesai. Bahkan, pada 1973, eks PM Singapura Lee Kuan Yew pernah nyekar di makam dua orang yang kemudian diangkat sebagai pahlawan nasional tersebut.

Cek foto berikut.

[Foto] Lee Kuan Yew Nyekar ke Makam Dua Pahlawan Indonesia (Usman-Harun) di Kalibata

Foto ini didapatkan lewat Dinas Sejarah yang berada di bawah Dinas Penerangan TNI AL.

Mungkin muncul pertanyaan, mengapa eks Lee Kuan Yew mau melakukan tabur bunga tersebut? Dalam buku Pak Harto: The Untold Stories, hal ini merupakan syarat yang diberikan oleh eks Presiden Suharto kepada Lee Kuan Yew yang ingin memperbaiki hubungan dengan Indonesia.

Aksi tabur bunga itu sekaligus menandai selesainya ketegangan Indonesia-Singapura. Terutama soal Usman dan Harun tersebut.

Seharusnya Singapura mencontoh sikap pemerintah Belanda saat pemerintah menamai salah satu kapal perang dengan nama Diponegoro. "Kita punya kapal yang dibuat, dibeli, di Belanda. Kita namai KRI Diponegoro. Sementara pahlawan Diponegoro adalah orang yang membandel dengan Belanda, bermusuhan dengan Belanda. Diupacarakan di Belanda dan mereka juga ikut upacara," tutur Laksda Iskandar Sitompul, Kapusden TNI sebagaimana dilansir Detik.com.

Tidak jadi, soal bila dua pahlawan Indonesia dianggap sebagai teroris di Singapura. Namun, di Indonesia mereka tetaplah pahlawan.

Sejarah Partai Gerindra (Gerakan Indonesia Raya): Membangun Masyarakat Agraris Indonesia

Latar belakang didirikannya Partai Gerindra (Gerakan Indonesia Raya) tidak terlepas dari keresahan para pelopornya yang melihat kondisi bangsa demikian labilnya. Penderitaan masyarakat yang sudah berakar dan sistem ekonomi pasar memunculkan banyaknya pengangguran dan memporak-porandakan perekonomian bangsa. Berangkat dari situlah maka didirikanlah sebuah partai yang mampu menjawab tantangan permasalahan tersebut. Sebuah partai politik yang mampu merumuskan dan melaksanakan ekonomi nasional untuk mengangkat harkat dan martabat rakyat dari keadaan melarat.

Deklarasi Partai Gerindra

Sejarah partai Gerindra (Gerakan Indonesia Raya)
Pada 6 Februari 2008 Partai Gerindra (Gerakan Indonesia Raya) resmi dideklarasikan, dengan Ketua Umum Prof. Dr. Ir. Suhardi M.Sc. Salah satu sasaran partai yang termaktub dalam anggaran dasarnya ialah mewujudkan ekonomi kerakyatan yang bertumpu pada kekuatan bangsa, yang mengarahkan pada kedaulatan dan kemandirian bangsa. Hal tersebut sesuai dengan logo partai yang melambangkan burung garuda berwarna kuning yang melambangkan kemakmuran.

Partai yang ingin meneruskan filosofi perjuangan Partai Persatuan Indonesia Raya (didirikan tanggal 10 Desember 1948) ini mengedepankan pengembangan kemandirian ekonomi bangsa berdasarkan kekuatan agraris yang ramah lingkungan serta mampu membantu perekonomian dunia karena keunggulan kekayaan alam lestari Indonesia. Di samping itu, secara spesifik tujuan Partai Gerindra adalah memperjuangkan pemulihan lingkungan, sumber air, peningkatan ketahanan pangan yang didasarkan pada keragaman, kesinergisan dengan lingkungan dan kelestarian sumber-sumber daya air.

Cita-cita tersebut seperti pernah dicetuskan Partai Persatuan Indonesia Raya, adalah untuk mengangkat segenap rakyat Indonesia di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kesejahteraan yang otentik hanya dapat tercipta bila bangsa yang pluralistik ini dapat hidup dalam kedamaian dan keharmonisan; mampu mengembangkan akar-akar budaya sebagai sumber cipta, rasa, dan karsa; mampu membangun sebuah sistem pendidikan nusantara sebagai mata rantai pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni bangsa; serta secara arif memanfaatkan sumber daya alam lestari. Apalagi, partai ini sekarang diperkuat oleh Prabowo—saat ini  merupakan tokoh kalangan petani Indonesia, setelah dipecat dari ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) usai lengsernya Orde Baru. Selain memperkuat Gerindra dalam basis massa petani, Prabowo kabarnya juga sedang digadang-gadang oleh partai ini sebagai Capresnya (Calon Presiden).

Setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) tanggal 7 Juli mengumumkan partai ini lolos verifikasi, pada 11-13 Juli 2008 seluruh jajaran pengurus Partai Gerindra (Gerakan Indonesia Raya) tingkat DPD dan DPC se-Indonesia segera mengadakan konsolidasi di Asrama Haji, Pondok Gede, Jakarta. Dalam kesempatan itu diadakan semacam pembekalan tentang Manifesto Perjuangan Partai, Arah kebijakan Partai, tata cara Pemilu dan Pemenangan Pemilu 2009, yang akan diisi oleh jajaran DPP dan para ahlinya. Acara ini diikuti oleh DPD dan DPC dari Kaltim, Jateng, Kalsel, Yogyakarta, Jatim, Sumbar, Bali, NTB, NTT, Gorontalo, Sumsel. [Silakan baca artikel lainnya tentang sejarah partai-partai di Indonesia di sini]

------
Referensi:
Kompas, 8 Juli 2008
Kompas, 15 Juli 2008
http://www.pakyok.wordpress.com
http://www.partaigerindra.or.id.