Home » » Tokoh Sejarah Indonesia: Sjahrir, Si Kancil dari Utara

Tokoh Sejarah Indonesia: Sjahrir, Si Kancil dari Utara

Kancil demikian julukan disematkan kawan-kawan pada dirinya. Lelaki itu bernama lengkap Soetan Sjahrir, lahir pada 5 Maret 1909 di Padang Panjang, Medan, saat gejolak pergerakan mulai bergeliat di Hindia Belanda. Sebagai orang yang lahir dalam zaman pergerakan, ia sempat merasakan bangku pendidikan yang dilaluinya melalui Europesche Lagere School (ELS)—setingkat dengan SD, pada 1923. Pada 1926 melanjutkan ke Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) di Medan. Kemudian pada 1929 melanjutkan ke Algeemene Middelbare School (AMS) di Bandung. Lalu bangku kuliah dirasakannya di Fakultas Hukum Universitas Amsterdam di Belanda. Pun demikian Sjahrir tak hanya seorang siswa yang menyibukkan diri dengan buku-buku pelajaran, ia aktif dalam klub diskusi di sekolah dan aksi sosial pendidikan melek huruf gratis untuk anak-anak keluarga tak mampu di dalam Tjahja Volksunivesiteit.

Tokoh sejarah Indonesia: Soetan Sjahrir ketika pidato
Sjahrir | Uniqpost
Suatu masa pada akhirnya aksi sosialnya itu berubah haluan menjurus ke ranah politik. Ketika pada 20 Februari 1927 ia termasuk dalam salah seorang penggagas berdirinya himpunan Jong Indonesie. Selain itu, sewaktu masih kuliah di Belanda, ia juga aktif dalam Perhimpunan Indonesia (PI) pimpinan M. Hatta. Penghujung 1931 sekawan dengan Mohammad Hatta, ia turut membantu mendirikan PNI Baru (Pendidikan Nasional Indonesia Baru), sempalan PNI bentukan Soekarno yang bubar tahun 1930. Karena kasus ketertiban dan keamanan Hindia Belanda terganggu.

Perkenalannya dengan sosialisme dunia juga diterapkannya di sini, saat berkiprah di pergerakan kaum buruh. Selain dalam forum-forum politik, ia banyak memuat tulisan tentang buruh di Daulat Rakjat. Pada Mei 1933 ia diangkat selaku Ketua Kongres Kaum Buruh Indonesia. Pernah merasakan pengabnya udara Boven Digul ketika ia dinyatakan bersalah telah melanggar besluid gouvernement tertanggal 16 November 1934. Kemudian dipindahkan pada 1936 ke Banda Neira bersama Hatta, hingga dibebaskan persis ketika jatuhnya pemerintahan Hindia Belanda ke tangan Jepang pada 1942.

Sjahrir selalu berupaya membuat Sosialisme sebagai jalan hidupnya dan jalan rakyat banyak. Pun saat ia membentuk Partai Sosialis Indonesia pada 14 Februari 1948. Medio 1942-1945 ia memimpin gerakan underground bersama para pemuda—yang tergabung di dalam persatuan mahasiswa di Jakarta, melawan Jepang yang saat itu berpaham fasis. Setelah Indonesia merdeka, pada 16 Oktober 1945 Sjahrir resmi diangkat oleh pemerintah sebagai Ketua Badan Panitia Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP), yang secara legislatif memiliki kekuasaan penuh.

Periode 14 November 1945-27 Juni 1947 Sjahrir membentuk kabinet parlementer. Ia sendiri kemudian duduk dalam posisi Perdana Menteri yang merangkap dua jabatan sekaligus, Menteri Luar Negeri dan Menteri Dalam Negeri. Namun pada jaman itu jangan dibayangkan posisi itu enak. Justru sebaliknya, dengan posisi itu nyawa selalu berada dalam bahaya. Ia harus selalu ikut dalam tiap rangkaian arus revolusi 1945 yang sedang bergelora dan membara.

Pada usia yang semakin merangkak senja, Sjahrir masih sempat memimpin Partai Sosialis Indonesia (PSI) yang dibentuknya pada 12 Februari 1948. Tetapi ia kecewa melihat hasil pemilu pertama tanggal 29 September 1955, karena PSI hanya berhasil merebut dua persen suara atau lima kursi di parlemen. Banyak pihak mengatakan bahwa karir politik Sjahrir akan tamat pasca Pemilu tersebut. Terbukti pungkas PSI terhenti pada 1961, karena Sjahrir dan PSI diduga terlibat kasus Komplotan Bali.

Seperti partainya yang mati pada 1961, pada akhirnya karir Sjahrir juga harus terhenti. Pada 16 Januari 1962 ia kembali merasakan busuknya aroma penjara. Kali ini bukan oleh lawannya yang memenjarakannya, melainkan rekan yang pernah seiring-seperjuangan. Habis sudah harapannya dalam percaturan politik Indonesia, pada Juni 1965, ia divonis sakit keras dan harus berangkat ke Zurich, Swiss, untuk mendapat perawatan medis atas titah Soekarno. Pungkas nafasnya terhenti tatkala hari memasuki tanggal 9 April 1966, sekira pukul 07.31 waktu setempat tokoh sejarah Indonesia berangkat ke alam sana dalam damai.

------
Referensi
Rosihan Anwar, Perjalanan Terachir Pahlawan Nasional: Sutan Sjahrir, Djakarta: Pembangunan.
Rudolf Mrazek, Sjahrir: Politik dan Pengasingan di Indonesia, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1996.
http://id.wikipedia.org
http://www.deplujunior.org
http://kepustakaan-presiden.pnri.go.id
http://www24.brinkster.com

0 comments:

Posting Komentar